Jumat, 08 Juni 2012

konjugasi sulfat


KONJUGASI SULFAT
( SULFASI )

METABOLISME OBAT
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat metabolism obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena itu, obat  yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Proses metabolism terbagi menjadi 2 fase,  fase I merubah senyawa lipofil menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH. Ini bertujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil metabolism fase I mungkin mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI. Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat endogen seperti steroid, lemak dan detoksifikasi zat eksogen. Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol .Yang termasuk reaksi fase I adalah reaksi reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus  fungsional tertentu yang besifat polar.

            Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belum cukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah reaksi penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum dan paling penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat. Yang termasuk reaksi fase II lainnya adalah reaksi konjugasi, metilasi dan asetilasi. Tujuan reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa endogen yaag mudah terionisasi dan bersifat polar, seperti asam glukoronat, sulfat, glisin dan glutamine, menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam air. Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat) kehilangan aktivitas dan toksisitasnya, dan kemudian di ekskresikan melalui urin.

            Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH2, SH dan COOH mungkin tidak perlu mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat mengalami metabolism fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolism fase I.  

REAKSI FASE II ( KONJUGASI )
Reaksi konjugasi sangat penting dalam biotransformasi obat dan senyawa – senyawa kimia asing di dalam tubuh. Reaksi konjugasi melibatkan pelekatan zat – zat sangat hidrofilik, seperti asam glukuronat atau glisin, pada xenobiotik dan biasanya bertujuan untuk mengakhiri kerja farmakologi. Tujuan dari reaksi fase II ini adalah membuat metabolit yang dihasilkan dari fase I menjadi lebih polar dari sebelumnya, mudah larut dalam air, tidak toksik dan tidak aktif dan kemudian dieksresikan melalui ginjal atau empedu.
Reaksi konjugasi ini terjadi dengan cara menempelkan suatu molekul polar pada metabolit, sehingga diharapkan metabolit menjadi lebih polar juga. Molekul polar yang dimaksud antara lain asam glukoronat, senyawa asetil, sulfat, metil dan glutation. Sehingga reaksi – reaksi yang terlibat antara lain konjugasi glukoronida, konjugasi eter sulfat, asetilasi, transulfurasi dan konjugasi glutation. Konjugat obat jauh lebih kecil lipofisilitasnya dan jauh lebih terlarutkan air dan diekskresikan dengan mudah oleh ginjal. Akan tetapi, situasinya rumit karena obat dapat menjadi substrat untuk lebih dari satu enzim pemetabolisme dan tidak ada prioritas untuk kerja enzim. Konjugasi berurut ini dapat menimbulkan susunan yang membingungkan pada metabolit dan konjugat yang muncul dalam urin atau feses jika suatu obat diberikan.
Reaksi konjugasi yang lain adalah reaksi metilasi dan asetilasi. Reaksi ini secara umum tidak berfungsi untuk meningkatkan kelarutan senyawa dalam air tetapi teruma untuk membuat senyawa menjadi tidak aktif secara farmakologis.
Konjugasi glutation dengan metabolit reaktif dapat mencegah kerusakan biomakromolekul seperti ADN, ARN dan protein sel. Oleh karena itu pada metabolisme obat reaksi konjugasi sering sesring dianggap sebagai proses detoksifikasi.

KONJUGASI SULFAT
Konjugasi dengan sulfat terutama terjadi pada senyawa yang mengandung gugus fenol, dan kadang – kadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dan membuat senyawa menjadi tidak toksik. Tidak seperti asam glukoronat, jumlah sulfat yang tersedia dalam tubuh agak terbatas dan terutama digunakan untuk konjugasi beberapa senyawa endogen, seperti steroid, heparin, katekolamin, dan tiroksin.
Proses konjugasi sulfat melalui dua tahap, yaitu:
1.      Aktivasi sulfat anorganik menjadi koenzim 3-fosfo-adenosin-5’-fosfosulfat (PAPS)
2.      Pemindahan gugus sulfat dari PAPS ke substrat. Pemindahan ini dikatalisis oleh enzim sulfotransferase yang terutama terdapat di hati, ginjal dan usus.
Reaksi konjugasi sulfat



Enzim sulfotransferase (SULT) yang dikatalisis melalui reaksi yang menggunakan 3-phosphoadenosine 5-phosphosulfate (PAPS) sebagai sebuah donor kosubstrat sulfat . Sintesis PAPS dari sulfat inorganic dan ATP dikatalisis oleh PAPS synthetase (PAPSS).
            PAPS adalah sebuah donor kosubstrat sulfat dengan energi tinggi untuk enzim sulfotransferase (SULT) yang mengkatalis reaksi ini . Bagaimanapun, organisme yang lebih tinggi diakatalisis oleh sebuah enzim sitosolik bifunctional PAPS synthetase (PAPSS) (step A) .katalis  cytosolic SULTs mentransfer grup sulfonat dari sulfat aktif ,PAPS (adenosine 3-phosphate 5-phosphosulfate), ke aceptor senyawa substrat yang berisi gogus OH atau Amine. Konjugasi Sulfat oleh enzim  SULT dapat mengaktivasi senyawa-senyawa ini untuk meningkatkan kelarutannya terhadap air.

Step A à PAPSS mengkatalis sintesis PAPS dari ATP dan SO42−.
Step B à Contoh :  SULT1E1 mengkatalis , PAPS-dependent sulfate conjugation dari 17β-estradiol.
Konjugasi Sulfate adalah jalur utama metabolisme untuk beberapa obat, xenobiotik, neurotransmitter,  dan hormon (contoh steroid, thyroid, cathecolamin, cholesterol ).
Obat – obatan dan hormon – hormon yang mengandung gugus fungsi fenolik, dimetabolisme melalui konjugasi menjadi gugus sulfat ( disebut proses sulfasi ). Contoh senyawa yang dimetabolisme dengan cara ini termasuk neurotransmitter noradrenalin ( norepinefrin ) dan juga hormon – hormon, seperti adrenalin ( epinefrin ), tiroksin dan beberapa steroid. Selain itu, OH fenolik residu tirosin di dalam protein – protein dapat bertindak sebagai substrat untuk reaksi sulfasiyang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat – sifat fitokimia peptida atau protein. Sumber sulfur adalah sulfat anorganik yang berkombinasi dengan ATP untuk membentuk 3 – fosfoadenosin – 5 fosfosulfat (PAPS) dan dua gugus fosfat. Enzim sulfotransferase kemudian menempelkan gugus sulfat pada OH fenolik obat atau hormon.
Jika dosis obat tinggi, jalur sulfat dapat menjadikan terjenuhkan dan digantikan oleh reaksi konjugasi lainnya contohnya pembentukan glukoronida. Hal ini dikarenakan reservoir sulfat anorganik di dalam tubuh terbatas dan mudah mengalami kelebihan muatan.
Tempat utama terjadinya reaksi sulfasi adalah hati dan ginjal, walaupun tempat yang penting, terutama setelah pemberian obat secara oral adalah usus halus. Sulfasi di dalam usus dapat dapat sangat mempengaruhi ketersediaan hayati beberapa obat, seperti parasetamol dan merupakan alasan utama mengapa adrenallin ( epinefrin ) tidak efektif jika diberikan secara oral.
Konjugasi sulfat suatu obat jauh lebih terlarutkan air dibandingkan dengan senyawa induknya dan biasanya disaring oleh ginjal dan dikeluarkan dalam urin, kecuali obat – obat steroid, obat ini disulfasi dan kemudian dikeluarkan ke dalam empedu.  
Senyawa yang mengandung gugus fenol, seperti α- metildopa, salbutamol, terbutalin, dan asetaminofen dengan mudah terkonjugasi dengan sulfat.

Metabolisme asetaminofen pada orang dewasa menghasilkan konjugasi O-glukuronida (mayor) dan O-sulfat (minor). Pada anak – anak lebih banyak menghasilkan konjugat O-sulfat, karena kadar enzim glukoronil transferase pada anak – anak masih rendah sehingga kemampuan untuk glukuronidasi juga rendah.
Senyawa yang mengandung gugus alkohol, seperti metanol, etanol, dan dietilen glikol, serta senyawa amin aromatik, seperti anilin dan 2 – naftilamin, juga membentuk konjugat sulfat.
Fenasetin merupakan suatu obat analgesik, dimetabolisis menjadi N- hidroksifenasetin dan kemudian terkojugasi dengan sulfat. Konjugat O-sulfat dari N – hidroksifenasetin merupakan senyawa antara reaktif, yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan protein mikrosom dan ini merupakan penyebab efek hepatotoksik dan nefrotoksik. Selain itu, fenasetin juga membentuk senyawa antara arena oksida reaktif, yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan protein mikrosom dan menimbulkan toksisitas hepatotoksik dan nefrotoksik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar