PEMBUATAN KURVA
KALIBRASI
I.
TUJUAN PERCOBAAN
-
Dapat
memahami tahap-tahap dalam pembuatan kurva kalibrasi
-
Dapat
menggunakan kurva kalibrasi dalam analisa obat.
II.
LANDASAN
TEORI
Dalam
bidang kimia, khususnya dalam farmasi, pengukuran analitik memiliki peranan
yang sangat penting. Tujuan dari pengukuran analitik ini adalah untuk
menentukan nilai sebenarnya dari suatu parameter kuantitas kimia, contohnya
seperti: konsentrasi, pH, temperatur, titik didih, kecepatan reaksi dan
lain-lain. Pengukuran analitik ini dapat menggunakan metode konvensional maupun
modern, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Dalam
percobaan secara umum, hasil yang
diperoleh pasti tidak dapat terlepas dari faktor kesalahan. Nilai parameter
sebenarnya yang akan ditentukan dari suatu perhitungan analitik tersebut adalah
ukuran ideal. Nilai tersebut hanya dapat diperoleh jika semua penyebab
kesalahan pengukuran dihilangkan dan jumlah populasi tidak terbatas. Faktor
penyebab kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain adalah
faktor bahan kimia, peralatan, analis, kondisi pengukuran, dan lain-lain. Salah
satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran
analitik ini adalah dengan proses kalibrasi.
Kalibrasi
yaitu kurva antara absorbansi dengan panjang gelombang. Kurva ini dapat
menentukan panjang gelombang maksimum, terlihat dari bentuk kurvanya pada
bagian atas. Akan
tetapi, pengukuran kurva kalibrasi ini didasarkan pada konsentrasi yang
dihasilkan dari metode iodimetri dan panjang gelombang maksimumnya, sehingga
diperoleh kurva kalibrasi yang linier. Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketertelusuran
pengukuran. Hasil pengukuran dapat dikaitkan atau ditelusur sampai ke standar
yang lebih teliti atau tinggi (standar primer nasional atau internasional)
melalui rangkaian perbandingan yang tidak terputus, dalam artian standar ukur
itu akan lebih baik apabila berupa standar yang rantainya mendekati SI sehingga
tingkat ketidakpastian (error) makin kecil.
·
SPEKTROFOTOMETER
Spektrofotometri
merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar
monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Benda
bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar terdiri atas panjang gelombang. Panjang gelombang yang
dikaitkan dengan cahaya tampak
itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan karenanya
menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan (vision).
Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang
elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700 nm),
daerah inframerah (700 – 3000 nm) (Khopkar 1990).
Menurut Cairns
(2009), spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Tiap media akan menyerap cahaya
pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk.
Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu :
a. Sumber Cahaya
Sebagai
sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang
stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah
tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar
dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan
bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 – 2200
nanometer (nm).
b. Monokromator
Monokromator
adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi
beberapa komponen panjang gelombang tertent (monokromatis) yang bebeda
(terdispersi).
c. Cuvet
Cuvet
spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau
cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars,
plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm
dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau
plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi
sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar
tampak (visible).
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.
Dengan
mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk menentukan
konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Spektrofotometer akan
mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I),
dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel (Io). Rasio
disebut transmittance,
dan biasanya dinyatakan dalam persentase (% T) sehingga bisa
dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T (Underwood 2002).
Prinsip kerja
spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer.
Pada bagian kiri persamaan diketahui sebagai absorbansi larutan dan dihitung dengan spektrometer. Persamaannya kadang ditulis dalam term absorbansi.
Simbol
epsilon adalah absorptivitas molar larutan. bila cahaya monokromatik (Io)
melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia),
sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Transmitans
adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika melewati
sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (Io).
Persyaratan hukum Lambert Beer, antara lain: radiasi yang digunakan harus
monokromatik, energi radiasi yang diabsorpsi oleh sampel tidak menimbulkan
reaksi kimia, sampel (larutan) yang mengabsorpsi harus homogen, tidak terjadi
fluoresensi atau phosporesensi, dan indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap
konsentrasi, jadi larutan tidak pekat (harus encer). Spektrofotometer UV-Vis
membandingkan cuplikan standar yaitu substrat gelas preparat. Hasil pengukuran
dari spektrofotometer UV-Vis menunjukkan kurva hubungan transmitan dan panjang
gelombang ( ) (Basset 1994).
Spektrofotometer
terdiri dari beberapa jenis berdasar sumber cahaya yang digunakan, yaitu:
spektrofotometer Vis (Visible), spektrofotometer UV (Ultra Violet),
spektrofotometer UV-Vis, dan Spektrofotometri IR (Infa Red). Pada
spektrofotometri Vis, yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya
tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat
ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 – 750
nm. Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Senyawa yang dapat menyerap sinar UV terkadang merupakan
senyawa yang tidak memiliki warna (bening dan transparan).
Spektrofotometri
UV-Vis menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber
cahaya visible yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator dan dapat
digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna. Sedangkan,
spektrofotmetri IR berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah yang
mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 μm. Pada spektrofotometri IR digunakan
untuk analisa kualitatif, misalnya untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada
suatu senyawa.
Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap cahaya dalam
daerah tampak (yakni senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan
daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek.
Suatu spektrofotometer standar terdiri atas spektrofotometer untuk
menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang terseleksi yaitu bersifat
monokromatik serta suatu fotometer yaitu suatu piranti untuk mengukur
intensitas berkas monokromatik, digabungkan bersama dinamakan sebagai
spektrofotometer.
Spektrofotometer dapat berupa sinar tunggal atau sinar ganda. Dalam berkas
satu instrumen (seperti Spectronic 20), semua cahaya melewati sel sampel. I o
harus diukur dengan membuang sampel. Ini adalah desain awal, tetapi masih umum
digunakan baik dalam pengajaran dan laboratorium industri.
Dalam berkas ganda instrumen, cahaya dibagi menjadi dua berkas sebelum mencapai sampel. Satu berkas digunakan sebagai acuan, yang lain melewati sinar sampel. Beberapa instrumen double-beam memiliki dua detektor (photodiodes), dan sampel dan berkas referensi diukur pada waktu yang sama. Dalam instrumen lain, kedua balok melewati sebuah balok helikopter, yang menghambat satu berkas pada suatu waktu. Detektor-ubah antara mengukur sampel balok dan balok referensi.
Pada
umumnya sampel yang digunakan dalam bentuk larutan yang sudah diencerkan dengan
jumlah konsentrasi tertentu. Larutan dengan konsentrasi yang rendah akan lebih
mudah diketahui transmitannya karena kerapatan pada molekulnya kecil sehingga
kemampuan menyerap radiasi elektromagnetnya kecil dan banyak radiasi yang
terbaca oleh detektor pada alat spektrofotometer.
Setiap
senyawa punya serapan maksimal pada panjang gelombang tertentu. Panjang
gelombang ini dinamakan panjang gelombang maksimum. Pada panjang gelombang
maksimum, hubungan antara
absorbansi
dan konsentrasi
senyawa bisa disetarakan.
III.
ALAT DAN BAHAN
ALAT
:
-
Beker glass
-
Spektrofotometer
-
Labu ukur
-
Pipet ukur
-
Batang pengaduk
-
Corong
|
BAHAN
:
-
Parasetamol 100 mg
-
NaOH 0,1 N
-
Aquadest
|
IV.
CARA KERJA
A.
MEMBUAT
LARUTAN NaOH 0,1 N
1.
Menimbang
NaOH sebanyak 4 gram
2.
Mengukur
aquadest sebanyak 1000 ml
3.
Melarutkan
NaOH sedikit demi sedikit dengan aquadest, lalu di add hingga 1000 ml dalam
labu ukur. Larutan ini yang akan digunakan untuk melarutkan parasetamol.
Penghitungan :
Normalitas =
x
0,1 =
x
g = 4 gram
B.
MEMBUAT
LARUTAN PARASETAMOL berbagai ppm
·
1000
ppm
1.
Menimbang
parasetamol sebanyak 100 mg
2.
Melarutkan
parasetamol dalam 100 ml aquadest sedikit demi sedikit dalam gelas beker, lalu
dimasukkan dalam labu ukur 100 ml dan di add hingga 100 ml.
Penghitungan :
1 ppm =
1000 ppm =
·
100
ppm
1.
Dari
larutan parasetamol 1000 ppm, dipipet sebanyak 10 ml.
2.
Lalu
dilarutkan dalam 100 ml aquadest dalam labu ukur 100 ml.
3.
Mengocok
labu ukur hingga larutannya tercampur sempurna.
Penghitungan :
x 1000 ppm = 100 ppm
Berarti, banyaknya
larutan yang diambil dari larutan 1000ppm untuk membuat larutan 100 ppm adalah
10 ml.
C.
MENENTUKAN
PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM
1.
Memasukkan
larutan 100 ppm yang telah dibuat tadi ke dalam kuvet (bagian yang kasar dari
kuvet yang dipegang).
2.
Membaca
intensitas serapan yang terjadi pada spektrofotometer pada panjang gelombang
200-400 nm.
3.
Setelah
diprint hasilnya, maka menetapkan berapa panjang gelombang maksimumnya.
D.
MEMBUAT
KURVA KALIBRASI
1.
Membuat
larutan parasetamol 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm.
·
4
ppm
-
Dari
larutan parasetamol 100 ppm, diambil 4 ml.
-
Lalu
dilarutkan dalam labu ukur dengan dan ditambah air hingga 100 ml.
-
Mengocok
labu ukur hingga larutan tercampur sempurna.
Penghitungan :
x 100 ppm = 4 ppm
Berarti, banyaknya
larutan yang diambil dari larutan 100ppm untuk membuat larutan 4 ppm adalah 4
ml.
·
6
ppm
-
Dari
larutan parasetamol 100 ppm, diambil 6 ml.
-
Lalu
dilarutkan dalam labu ukur dengan dan ditambah air hingga 100 ml.
-
Mengocok
labu ukur hingga larutan tercampur sempurna.
Penghitungan :
x 100 ppm = 6 ppm
Berarti, banyaknya
larutan yang diambil dari larutan 100ppm untuk membuat larutan 6 ppm adalah 6
ml.
·
8
ppm
-
Dari
larutan parasetamol 100 ppm, diambil 8 ml.
-
Lalu
dilarutkan dalam labu ukur dengan dan ditambah air hingga 100 ml.
-
Mengocok
labu ukur hingga larutan tercampur sempurna.
Penghitungan :
x 100 ppm = 8 ppm
Berarti, banyaknya
larutan yang diambil dari larutan 100ppm untuk membuat larutan 8 ppm adalah 8
ml.
·
10
ppm
-
Dari
larutan parasetamol 100 ppm, diambil 10 ml.
-
Lalu
dilarutkan dalam labu ukur dengan dan ditambah air hingga 100 ml.
-
Mengocok
labu ukur hingga larutan tercampur sempurna.
Penghitungan :
x 100 ppm = 10 ppm
Berarti, banyaknya
larutan yang diambil dari larutan 100ppm untuk membuat larutan 10 ppm adalah 10
ml.
·
12
ppm
-
Dari
larutan parasetamol 100 ppm, diambil 12 ml.
-
Lalu
dilarutkan dalam labu ukur dengan dan ditambah air hingga 100 ml.
-
Mengocok
labu ukur hingga larutan tercampur sempurna.
Penghitungan :
x 100 ppm = 12 ppm
Berarti, banyaknya
larutan yang diambil dari larutan 100ppm untuk membuat larutan 12 ppm adalah 12
ml.
2.
Membaca
intensitas serapannya hingga dalam layar monitor terlihat kurva yang
menunjukkan perbanndingan antara ppm dengan nilai absorban.
V.
HASIL PENGAMATAN
Dari praktikum pertama
yang kita lakukan, hasilnya adalah :
1.
Panjang gelombang yang digunakan untuk membaca
intensitas serapan adalah 256,5 dan nilai absorbansinya adalah 1,517. Tapi hal
ini tidak kita gunakan sebagai data, karena data yang kita salah. Kemudian kita melakukan percobaan
yang kedua, dan diperoleh absorban sebesar 0,698 pada konsentrasi 10 ppm. Lalu dimasukkan ke dalam rumus A = a x
b x c, yaitu sebagai berikut :
Nilai absorban yang baik adalah antara 0,2-0,8. Sehingga kita mencari
konsentrasi berapakah kita akan membuat larutan sehingga dapat diperoleh kurva
kalibrasi yang baik.
Untuk nilai absorban 0,2 :
Untuk nilai absorban 0,8 :
Dari perhitungan tersebut, kita membuat larutan dengan konsentrasi 4
ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm untuk membuat kurva kalibrasi.
2.
Tetapi, dari hasil praktikum yang
pertama (panjang gelombang 256,5 nm dan nilai absorban 1,517) kita harus
mengulang karena sampel yang kita buat kotor (tercemar) sehingga kita membuat
larutan parasetamol lagi. Dan dari hasil pembuatan larutan parasetamol yang
kedua, kita memperoleh data berikut:
No.
|
Abs
(256,5)
|
Conc (ppm)
|
1
|
0,212
|
4
|
2
|
0,365
|
6
|
3
|
0,549
|
8
|
4
|
0,698
|
10
|
5
|
0,799
|
12
|
Tabel 2
VI.
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini kita melakukan
pembuatan kurva kalibrasi parasetamol dengan menggunakan pelarut NaOH 0,1 N.
Alat yang kita gunakan adalah spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang dari
parasetamol sendiri adalah sekitar 257, itulah mengapa kita menghitung nilai absorban
dari panjang gelombang yang dihasilkan oleh panjang gelombang 256,5 karena
panjang gelombang ini yang mendekati panjang gelombang dari parasetamol.
Nilai absorban yang kita peroleh pada percobaan pertama
adalah 1,517. Tetapi
nilai ini salah sehingga kita harus mengulangi percobaan kedua dan hasilnya
diperoleh nilai absorban sebesar 0,698 pada
konsentrasi 10 ppm. Dari nilai absorban tersebut, untuk membuat kurva kalibrasi
maka kita memasukkan nilai absorban tersebut ke dalam rumus dari Hukum Lambert
Beer’s :
Pada bagian kiri persamaan diketahui sebagai
absorbansi larutan dan dihitung dengan spektrometer. Persamaannya kadang
ditulis dalam term absorbansi.
Simbol epsilon merupakan absorptivitas molar
larutan.
Nilai absorban yang kita peroleh dimasukkan ke rumus di
atas, dan dicari rentang dari nilai absorban 0,2 sampai 0,8 (seperti pada
perhitungan di hasil praktikum).
Dari perhitungan rumus tersebut, kita akan membuat larutan
dengan konsentrasi 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm.
Kemudian kelima larutan tersebut kita ukur lagi nilai
absorbansinya sehingga diperoleh data seperti pada table 2 dan gambar kurva 2.
Dari table tersebut dapat kita ketahui bahwa dari hasil percobaan yang kedua
cukup bagus karena rentang nilai absorban yang dihasilkan dari konsentrasi 4
ppm sampai 12 ppm berada dalam rentang yang dianjurkan yaitu antara 0,2 – 0,8.
Dari kurva 2 tersebut kita ketahui bahwa kurva kalibrasi
merupakan perbandingan antara konsentrasi (ppm) dengan nilai absorban. Semakin
besar konsentrasinya maka nilai ansorbannya akan semakin besar pula. Dan dari
kurva 2 tersebur kita dapatkan nilai r sebesar 0,9955. Tetapi dalam melakukan
percobaan nantinya, nilai r yang harus dipenuhi adalah 0,997.
VII.
KESIMPULAN
1.
Panjang gelombang larutan
parasetamol adalah 256,5
2.
Nilai absorban yang kita peroleh
dari konsentrasi 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm adalah 0,212, 0,365, 0,549,
0,698, dan 0,799. Hal ini berarti masih dalam rentang nilai absorban yang baik
yaitu antara 0,2 – 0,8.
3.
Kurva kalibrasi yang kita peroleh mempunyai
nilai r sebesar 0,9955.
DAFTAR
PUSTAKA
Basset J et al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Day R dan
Underwood A. 2002. Analisis
Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Penerjemah : Sopyan Iis. Jakarta :
Erlangga. Terjemahan dari : Quantitative
Analysis Sixth Edition.
Khopkar S.
1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press)
Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran
Analitik: Aplikasi Pada Penggunaan pH meter dan Spektrofotometer Uv-Vis oleh Iqmal Tahir Laboratorium
Kimia Dasar, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada Sekip
Utara, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar