Jumat, 15 Juni 2012

drying of extract


PENGERINGAN
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, ekstrak adalah sediaan kental  yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standarisasi ekstrak dilakukan secara parameter non spesifik dan parameter spesifik ( Farmakope Indonesia, 1995).
Bahan obat sediaan fitofarmaka umumnya menggunakan ekstrak cair, ekstrak kental dan tingtur. Sediaan fitofarmaka yang dibuat dari bahan ekstrak cair jika disimpan dalam jangka waktu yang lama akan lebih cepat mengalami gangguan penyimpanan dalam penyimpanan secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Berdasarkan hal tersebut, ekstrak kering perlu dikembangkan dalam penggunaan obat pada sediaan fitofarmaka. ( anonim 2004 ).
Ekstrak kering adalah sediaan tanaman yang diperoleh dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut cara – cara yang memenuhi syarat. Pengaturan biasanya dilakukan berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan bahan inert. ( anonim, 2004)
Pengeringan adalah pemindahan sebagian air dari bahan dengan sengaja sampai batas tertentu. Cara pengeringan yang mula – mula dipakai adalah dengan menjemur di sinar matahari. Akan tetapi cara seperti inisangat tergantung pada cuaca.
Pada pengeringan biasa dibantu dengan alat – alat pengering. Dalam hal ini Nasution (1982) membedakan proses pengeringan menjadi tiga kategori, yaitu pengeringan udara dengan kontak langsung di bawah pengaruh tekanan atmosfir, pengeringan vakum, dan pengeringan beku.
a.      Pengeringan di bawah pengaruh tekanan atmosfir
Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun dari permukaan yang dipanaskan. Uap air ( atau pelarut lain) dipindahkan ke udara ( Nasution, 1982). Udara panas disirkulasikan menggunakan kipas. Bahan yang dikeringkan bisa berbentuk padat atau semi padat ( Geankoplis, 1983).
b.      Pengeringan vakum
Pengeringan vakum menjadi semakin penting dalam industri makanan untuk mengurangi biaya dan energi serta mengembangkan bahan baru dan produk. Pusat pengolahan makanan telah memasang pengering vakum yang menyediakan pengeringan terus menerus, lembut, dan aman pada produk makanan di suhu rendah. Pengeringan Vacuum adalah metode dehidrasi yang sangat cocok untuk produk yang mengalami fase lengket dan atau sangat kental seperti buah dan sayuran, jus sari  buah dan sayuran, protein hewan dan nabati, bubuk bumbu dan ekstrak ragi. Di pusat pengolahan makanan, berbagai pilihan dehidrasi tersedia untuk uji perbandingan proses yang berjalan, produk baru dan evaluasi bahan.
Prinsip kerja dari pengering vakum (vacuum belt drying):
Konsentrat yang bisa dipompa secara merata digunakan pada belt dengan alat pemercik berputar (satu untuk masing-masing sabuk) pada suhu dan konsentrasi konstan. Ruang hampa di mana pasta ini meninggalkan alat pemercik yang memiliki efek yang diinginkan dan menyebabkan Pasta untuk memiliki konstituensi berbusa seperti yang diendapkan sebagai lapisan yang relatif tinggi pada sabuk. Ini memberikan kondisi yang paling menguntungkan untuk panas dan transfer material untuk mengeringkan produk menjadi bentuk yang mudah dilepaskan dari poros batang. Peluncur Sabuk di atas piring pemanas, yang dibagi menjadi zona pemanasan individu. Zona terakhir biasanya berfungsi untuk mendinginkan produk. Bahan kering dimasukkan turun di ujung sabuk dan ditransfer ke kran pembuangan otomatis.
Ekspansi  penyediaan panas yang untuk sampel:
-          Pengeringan sampel dalam temperatur yang sensitiv
-          Pengeringan sampel yang berisi pelarut
Keuntungan dalam pengeringan vakum didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan vakum pada umumnya secara konduksi, kadang – kadang secara pemancaran (Nasution, 1982).
Sesuai dengan namanya, proses ini dilakukan pada kondisi vakum. Cara ini digunakan untuk mengeringkan bahan – bahan yang peka terhadap suhu atau bahan yang mudah teroksidasi (Geankoplis, 1983). Selain keuntungan tersebut, kelemahan oven vakum adalah biaya operasinya relatif mahal karena memerlukan peralatan pendukung, seperti pompa vakum, ejektor, dan kondensor (Loesecke, 1955).
Keuntungan lain:
-          Waktu pengeringannya cepat
-          Meminimalkan hilangnya bau
-          Produk yang hilang sedikit
-          Produk tidak teroksidasi
-          Tidak ada tekanan mekanik
-          Memungkinkan pelarut kembali
-          Temperaturnya rendah
-          Energi yang digunakan sedikit
-          Sistemnya tertutup
-          Tidak menibulkan polusi pada lingkungan
-          Reaksi milard dapat dikendalikan
-          Produk dapat langsung kering
Pengeringan dengan vakum digunakan dalam masalah proses pengering konvensional . Keuntungan vakum diantaranya:
1.       Menurunkan titik didih dalam cairan yang diekstraksi, sehingga memungkinkan pengeringan lebih sensitif
2.        Untuk produk yang sulit mengering seperti bubuk dan granul, proses vakum memungkinkan tingkat pengeringan yang lebih cepat karena manggunakan tekanan yang rendah.
3.      Di dalam vakum, memiliki risiko oksidasi selama proses termal
4.      Perbedaan pada konveksi , bahan dalam bentuk serbuk dikeringkan tanpa turbulensi
5.      Menyediakan basis untuk mengontrol ekstraksi dan kondensasi pada pengeringan uap, yang memungkinkan bahan awal dapat digunakan kembali atau dibuang

c.       Pengeringan Beku
Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan beku. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi ini ( Nasution, 1982). Proses ini digunakan untuk mengeringkan bahan – bahan yang labil ( biasanya bahan – bahan biologis ) supaya karakteristik aslinya tidak berubah  (Loesecke, 1955). Bila suatu bahan biologis dikeluarkan airnya maka konsentrasi garamnya meningkat dan akan mengakibatkan keluarnya air di dalam sel. Keluarnya air karena gaya osmosis ini dapat merusak dinding sel. Osmosis dapat dicegah dengan membekukan bahan tersebut dan pengeluaran air dilakukan secara sublimasi sehingga struktur sel tetap utuh ( Jackson, 1983). Selain strukturnya, rasa dan aroma bahan juga dipertahankan ( sedikit sekali perubahannya). Suhu rendah mengurangi resiko reaksi degradasi selama pengeringan. Biaya pengeringan beku menjadi relatif mahal karena laju pengeringannya lambat dan memerlukan kondisi vakum (Geankoplis, 1983). Metode pengeringan yang dilakukan dapat berupa : evaporasi, vaporasi, sublimasi, konveksi, kontak, radiasi, dielektrik. Sedangkan macam-macam alat yang dapat digunakan antara lain : tabung penguap dengan daur otomatik, tabung penguap dengan gaya daur ulang diperkuat, penguap film, penguap lapis tipis dengan instalasi berputar, dan penguap berputar sentrifugal.
Dengan teknik pengeringan semprot (spray drying) dan dengan teknik pengeringan beku (freee drying). Pengeringan semprot dilakukan pada suhu tinggi, yang akan mempengaruhi rasa dari produk akhir, tetapi biaya produksinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan menggunakan pengeringan beku. Pada teknik ini, ekstrak dipompa ke dalam atomizer, yang menghasilkan partikel bahan berukuran kecil dan seragam. Didalam ruang pengering yang dialiri dengan udara pemanas, partikel-partikel tersebut mengalami proses pemanasan secara mendadak dan cepat sehingga air keluar secara cepat, menghasilkan produk kering berbentuk partikel halus. Untuk meningkatkan daya larut di dalam air dan membentuk butiran yang lebih kasar, biasanya dilakukan proses aglomerasi. Bubuk hasil pengeringan semprot dibasahi kembali, agar saling bergabung untuk kemudian dikeringkan kembali menggunakan fluid bed drier. Pada pengeringan beku, tahapan proses pengeringan ekstrak kopi adalah pembekuan ekstrak, penggilingan ekstrak beku untuk menghasilkan granula beku, sublimasi air pada kondisi vakum dan pemanasan sedang (suhu produk umumnya tidak lebih dari 50-70°C).
 
Gambar dari spray dryer
gambar dari freeze dryer

d.      Pengeringan dengan Microwave
Microwave adalah suatu gelombang energi elektromagnetik dengan frekuensi antara 300 MHz dan 300 GHz, yang dihasilkan dari kekuatan magnetron yang dikombinasikan dari elektron dan medan magnet yang tegak lurus satu sama lain.
Gelombang  elektromagnetik jatuh diantara gelombang radio dan gelombang optik, dalam penelitian, ilmiah, tujuan medis dan industri dengan dua frekuensi dialokasikan tidak mengganggu frekuensi: 915 MHz  dan 2450 MHz. dalam industri farmasi frekuensi yang paling umum digunakan adalah 2450 MHz, karena keuntungan frekuensi ini berkaitan dengan vakumnya.
Pada bidang microwave dibuat dari logam, yang tidak panas. Logam digunakan sebagai medium untuk microwave, dan sebagai dinding untuk oven microwave. sebagai peralatan farmasi dibuat dari stainless steel, ruang vakum berfungsi sebagai penutup pada microwave dengan memantulkan kembali ke dalam ruangan atau wadah
Pemanasan microwave adalah metode langsung dari pemanasan. Dalam medan listrik bolak-balik cepat yang dihasilkan oleh gelombang mikro, kutub orientasi bahan dan reorientasi diri sesuai dengan arah diajukan. Perubahan yang cepat di lapangan - di 2450 Mhz, orientasi lapangan mengubah 2450000000 kali per detik - menyebabkan reorientasi cepat dari molekul, sehingga gesekan dan penciptaan panas.



Jumat, 08 Juni 2012

OTM Neomicin sulfat


PRAFORMULASI OBAT TETES MATA
NEOMICIN
        I.            DATA ZAT AKTIF
à   Neomicin sulfat
Neomicin sulfat
Sinonim
Fradiomycin Sulfate; Neomicin-szulfát; Neomicina, sulfatode; Neomicino sulfatas; Neomycin Sulphate; Neomycin-sulfát; Neomycini   Sulfas; Neomycinsulfat; Neomysiinisulfaatti.
Rumus molekul
C23H46N6O13
Berat molekul
614.6
Organoleptis
Bentuk : Serbuk atau padatan kering mirip es
Warna : Putih sampai agak kuning
Bau      : Tidak berbau atau praktis tidak berbau
Rasa    : Rasa amat pahit.
Kelarutan
Mudah larut dalam air, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam aseton, kloroform dan dalam eter
pH
antara 5,0 – 7,5
Inkompatibilitas
Tidak  bercampur  dengan  substansi  anionik  dalam  larutan,  bisa menimbulkan  endapan,  juga  pada  krim  yang  mengandung  Na  lauril  sulfat.
Tidak bercampur dengan garam cephalotin dan garam novobiocin (Martindale; 1188).
Stabilitas
¯  Neomisin  merupakan  kationik  dan  menjadi  bentonit  jika  berikatan,  bisa memecah  emulsi  jika  dengan  adanya  Na  lauril  sulfa  dan  mengendap  dengan adanya gom (Martindale:1188).
¯  Neomisin  peka  terhadap  oksidasi  udara. Setelah  penyimpanan  selama  24  bulan tidak  terjadi kehilangan potensi  (masih 99% dari potensi asli). Serbuk neomisin sulfat  stabil  selama  tidak  kurang  dari3  tahun  pada  suhu  20°C. Neomisin  sulfat dapat  juga dipanaskan pada suhu 110°C selama 10  jam (yakni selama sterilisasi kering),  tanpa  kehilangan  potensinya,  meskipun  terjadi  perubahan  warna. Neomisin  cukup  stabil pada kisaran pH 2,0  sampai 9,0. Menunjukkan  aktivitas optimumnya pada kira-kira pH 7,0 (Connors hal 525-532)
Dosis
0.35-0.5 % untuk mata (Martindale,1982)
Farmakologi
Aktifitasnya adalah bakterisid dengan menembus dinding bakteri dan mengikat  diri  pada  ribosom  didalam  sel.  Secara  topikal  digunakan  unuk konjungtivitis  dan  otitis  media.  Penggunaan  sebagai  antibiotik  pada  infeksi  mata biasanya 0,35 % dan 0,5 %.

      II.            DATA ZAT TAMBAHAN
à   Benzalkonium Klorida
Benzalkonium Klorida
Pemerian
Bentuk : gel kental atau potongan seperti gelatin,
Warna  : putih atau putih kekuningan.
Bau       : Biasanya berbau aromatik lemah.
Rasa      :Larutan dalam air berasa pahit
jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air dan etanol 95%, bentuk anhidrat mudah larut dalam benzen dan agak sukar larut dalam eter
Inkompatibilitas
aluminium, surfaktan anionik, sitrat, kapas, fluoresin, H2O2, HPMC, iodide, kaolin, lanolin, nitrat
pH
5-8 untuk 10%w/v larutan
Stabilitas
Bersifat higroskopis dan mungkin dipengaruhi oleh cahaya, udara dan bahan logam. Larutannya stabil pada rentang pH dan rentang temperatur yang lebar. Larutannya dapat disimpan pada periode waktu yang lama dalam suhu kamar.
Konsentrasi : dalam sediaan preparat mata, benzalkonium klorida digunakan sebagai pengawet dengan konsentrasi 0,01%-0,02%, biasanya dikombinasi dengan 0,1%w/v disodium edetat.
Kegunaan
pengawet, antimikroba
Wadah
Tertutup rapat dan terhindar dari cahaya

à   Na Edetat
Na Edetat
Pemerian
Serbuk kristal putih tidak berbau dengan sedikit rasa asam
Kelarutan
Larut dalam air (1:11), Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, larut  dalam etanol (95%)
pH
4,3-4,7 dalam larutan 1% air bebas CO2
Stabilitas
Sangat higroskopis dan harus dilindungi dari kelembaban
Inkompatibilitas
Dengan pengoksidasi kuat, dan ion logam polifalen seperti tembaga, nikel, Na  EDTA merupakan asam lemah dan bereaksi dengan logam  membentuk hidrogen
Konsentrasi
0,005-0,1% w/w sebagai chelating agent
Kegunaan
Untuk mencegah kontaminasi dengan logam
Penyimpanan
harus disimpan diwadah bebas alkali, tertutup rapat dan ditempat sejuk  dan kering

à   Natrium Metabisulfit
Natrium Metabisulfit
Sinonim
Dinatrium pirosulfit
Berat molekul
190,10
Rumus kimia
Na2S2O5
Organoleptis
Hablur putih atau  serbuk hablur putih kekuningan, berbentuk kristal prisma atau serbuk kristal berwarna putih hingga putih kecoklatan yang berbau sulfur
dioksida dan asam.
Kelarutan
Agak  mudah  larut  dalam  etanol,  mudah  larut  dalam  gliserin,  dan sangat mudah larut dalam air
Wadah
Dalam wadah  terisi  penuh,  tertutup  rapat  dan  hindarkan  dari  panas yang berlebihan (Anonim,1995).

à   NaCl
Sinonim
natrii chloridum
Berat molekul
58.44
Pemerian
Hablur bentuk kubus,  tidak berwarna  atau  serbuk hablur putih,  rasa
asin
Kelarutan
Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol
Wadah
Dalam wadah  tertutup  baikPenandaan  :  cantumkan  pada  etiket,  jika dimaksudkan untuk penggunaan hemodialisa (Anonim,1995)




    III.            RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN PRAFORMULASI
No
Masalah
Diinginkan
Pemecahan
Pemilihan
Alasan
1
Dibuat sediaan tetes mata steril
Membuat sediaan yang cocok untuk stabilitas zat aktif
·        Sedian steril Volume Kecil
·        Sedian steril Volume Besar
Sedian steril Volume kecil

Karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam volume yang kecil.
2
Rute pemberian untuk tetes mata steril
Sediaan harus digunakan dengan rute pemberian yang sesuai
Rute pemberian yang benar Im,Iv,guttae
guttae
Karena pada umumnya, pemberian obat tetes mata steril langsung diteteskan di balik kelopak mata.

3
Sediaan dibuat obat tetes mata steril
Dapat tercampur dengan konsentrasi dalam tubuh
Dibuat sediaan yang bersifat
Ø  Isotonis
Ø  Hipotonis
Ø  hipertonis
isotonis
Syarat sediaan tetes mata steril harus berupa sediaan yang isotonis

4
Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroba
Sediaan tetes mata steril yang stabil secara biologi.
Dberi zat antimikroba:
v  Fenilmerkui nitrat.0,002%
v  Benzalkonium klorida 0,01%
v  Phenylhidragri nitras 0,002 %
Benzalkonium klorida 0,01%

Merupakan pengawet yang biasa digunakan untuk pembuatan tetes mata steril dengan bahan aktif Neomisin sulfat

6.
 Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroorganisme
Sediaan steril terhindar dari mikroorganisme
Dilakukan proses sterilisasi
·   sterilisasi aseptis
·   sterilisasi akhir
Sterilisasi aseptis
Karena pada umumnya pembuatan tetes mata steril didasarkan pada kondisi kerja aseptik
7
Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam

Penandaan golongan yang sesuai sebagai petunjuk penggunaan  konsumen

=Obat keras


K=Obat bebas terbatas

=Obat bebas
KObat keras



   IV.            FORMULASI
Formulasi dari Fornas atau Martindale
Dalam Martindale :
R/        Neomisin sulfat  0,5%
Larutan Benzolkonium chlorid 0,02% v/v;
Disodium edetate 0,05 %;
API hingga 100%

Dalam Fornas:
R/   tiap 10 ml mengandung :
     Deksamethasoni Natrii Phosphas setara dexamethasoni phosphas     10 mg
     Neomycini sulfas setara dengan neomycinum                                  35 mg 
     Benzalkonii Chloridum                                                                        2 mg
Natrii Bisulfis                                                                                      32 mg
Aqua destilata hingga                                                                         10 ml

Formulasi Akhir
Tiap 10 ml mengandung
R/        Neomisin sulfat                       0,5%   
Benzalkonium klorida             0,01%
           Natrium Edetat                       0,1%   
           Natrium Metabisulfit             0,1 %
           NaCl                                        0,7384%                     
           API ad                                      10ml

     V.            PERHITUNGAN dan PENIMBANGAN
V = (n x c) + 6
    = ( 2 x 10,5 ) + 6
    = 27 ≈ 30 ml

Tonisitas
E neomycin sulfate                 = 0,14
E Benzalkonium Klorida          = 0,16 
E Natrium Edetat                    = 0,23 
E Na metabisulfit                    = 0,67

V = W x E x 111,1
    = [(0,05 x 0,14) + ( 0,001 x 0,16) + (0,01 x 0,23) + (0,01 x 0,67) x 111,1
    = 0,01616 X 111,1
    = 1,7954 ml

% tonisitas       = 1,7954/10 ml x 0,9 % = 0,1616 % ( hipotonis )
% NaCl             = 0,9 % - 0,1616 % = 0,7384 %
NaCl                = 0,07384 g

Rumus lain Tonisitas
% Tonisitas      = [( 0,5 x 0,14) + (0,01 x 0,16 ) + ( 0,1 x 0,23 ) + ( 0,1 x 0,67 )]
                        = 0,07 + 0,0016 + 0,023 + 0,067
                        = 0,1616 ( Hipotonis )
% NaCl = 0,9 % - 0,1616 %
                        = 0,7384 %
NaCl                = 0,07384 gr

Penimbangan Bahan – Bahan
- Neomycin sulfat                    = 0,05 g x 30 ml          = 1,5 gram
- Benzalkonium Klorida           = 0,001 g x 30 ml       = 0,03 gram
- Natrium Edetat                     = 0,01 g x 30 ml          = 0,3 gram
- Na metabisulfit                     = 0,01 g x 30 ml          = 0,3 gram
- NaCl ad isotonis                    = 0,07384 g x 30 ml = 2,2152 gram
- Aqua pro injeksi ad 30 ml

   VI.            ALAT DAN CARA STERILISASI
Nama Alat
Banyak
Waktu
Cara Sterilisasi
Spatel
1
30 menit
0ven 170°C
Pinset logam
1
30 menit
0ven 170°C
Batang pengaduk gelas
1
30 menit
0ven 170°C
Erlenmeyer
2
30 menit
0ven 170°C
Cawan penguap
3
30 menit
0ven 170°C
Kaca arloji
2
30 menit
0ven 170°C
Gelas ukur
2
30 menit
Autoklaf ( 115°C -116°C )
Pipet tetes tanpa karet
2
30 menit
Autoklaf (115oC-1160C)
Karet pipet
2
30 menit
Rebus
Kertas saring
2
30 menit
Autoklaf
Bekerglass
2
30 menit
0ven 170°C
Wadah botol
2
10 menit
Autoklaf (1150C-116C)C)
Corong
1
30 menit
Autoklaf (1150C-116C)C)

 VII.            CARA KERJA
1.      Menyiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan
2.       Menyiapkan Aqua Pro Injeksi bebas O2  ( Catatan  : Dilakukan pada White Area )
3.      Melakukan  Sterilisasi  aseptis  dimana  alat-alat  yang  akan  digunakan  disterilkan didalam autoklaf dan oven selama 30 menit.
Catatan:  Sebelum  dimasukkan  ke  dalam  autoklaf  atau  oven,  terlebih dahulu alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas perkamen.
4.      Menimbang masing-masing bahan dengan neraca timbangan dengan tepat sesuai jumlah  yang  diperlukan,  kemudian  menampungnya  dengan  kaca  arloji  yang sebelumnya telah disterilkan secara aseptis.
5.      Melarutkan  bahan  aktif  dan  zat  tambahan,  yaitu  neomycin  sulfate,  Natrium Edetat, dan Na metabisulfit dengan Aqua pro injeksi scukupnya sampai larut.
6.      Setelah  larut  homogen,  tambahkan NaCl dan pengawet Benzalkonium Klorida  kemudian mengecek pH-nya.
7.      Menyaring  larutan  tersebut  dengan  kertas  saring  yang  telah  dijenuhkan  dengan Aqua pro injeksi sebelumnya dan kemudian menampungnya dalam gelas ukur.
8.      Menambahkan Aqua pro injeksi sampai volume tercapai 30 ml
9.      Memipet 10 ml  larutan kemudian memasukannya ke dalam botol berpipet yang khusus digunakan untuk sediaan tetes mata.
10.  Memberi etiket 


VIII.            PEMBAHASAN
Pada  praktikum kali ini dilakukan pembuatan  larutan  steril sediaan  obat  tetes mata  dengan  bahan aktif neomisin sulfat. Digunakan bentuk garam dari neomisin  ini, agar dapat mudah larut dalam pembawa air. Obat tetes mata sebaiknya dalam bentuk larutan agar dapat dengan mudah  berpenetrasi  dan  bercampur  dengan  cairan  lakrimal mata. Neomisin sulfat sendiri bersifat bakterisid dengan menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada  ribosom  dalam  sel.  Secara  topikal  digunakan  untuk  konjungtivitis  dan  otitis media.  Penggunaan  sebagai  antibiotik  pada  infeksi mata  biasanya  0.35 %  -  0.5 %. Sedangkan pada sediaan kali ini dibuat neomicin sulfat 0,5%.
Pada  formulasi digunakan beberapa bahan  tambahan selain pelarut aqua pro  injeksi. Bahan-bahan  tersebut  adalah  benzalkonium  klorida,  natrium metabisulfit,  natrium edetat,  dan NaCl. Karena komponen terbesar dari sediaan adalah air dan  obat  tetes mata  dibuat  dalam  volume  yang  agak  banyak  yaitu  10 ml  sehingga pemakaiannya  berulang-ulang,  maka  pengawet  sangat  diperlukan.  Benzalkonium klorida adalah pengawet yang paling umum digunakan untuk sediaan obat mata karena aman, stabilitas pada rentang yang luas dan keefektifannya sebagai anti mikroba. Selain itu, ditambahkan  pula natrium metabisufit untuk  mencegah  oksidasi  . Sodium metabisulfit bekerja efektif pada rentang pH yang diinginkan  dalam  sediaan  ini  yatu  6-7.
Cairan mata memiliki rentang  pH  yang  luas,  namun  untuk  lebih  baik  lagi  apabila  sediaan  memiliki  pH netral.  Diharapkan  bahan tersebut  dapat mempertahankan  pH  sediaan  selama  disimpan  hingga  sediaan  tidak digunakan lagi. Sediaan  tetes  mata  juga  harus  isotonis  dengan  cairan  air  mata.  Setelah dihitung keekivalensian tiap bahan terhadap NaCl 0,9 % sebagai patokan larutan yang isotonis,  maka  dalam  formulasi  harus  ditambahkan  2,2152 gram  NaCl.
Proses sterilisasi sangat dibutuhkan untuk mendapatkan keadaan yang steril, bebas dari mikroorganisme. Proses sterilisasi yang dilakukan seharusnya filtrasi tapi karena alat untuk melakukan filtrasi maka kami mendapatkan dispensasi untuk melakukan sterilisasi dengan cara aseptis.
Pada proses sterilisasi yang kami strerilkan hanya alat – alat yang digunakan karena bahan – bahan (khususny zat aktif) tidak tahan terhadap pemanasn sehingga kami mendapatkan dispensasi.
Pertama-tama dibuat API bebas O2 dengan cara aquadest didihkan selama 40 menit. Lalu  ditimbang  zat  aktif  dan  zat  tambahan. Kemudian  larutkan neomisin  sulfat  dengan  Aqua  pro  injeksi,  lalu  bilas kaca arloji bekas neomisin sulfat dengan  Aqua  pro  injeksi. Pada praktikum kali ini neomisin tidak mudah larut dalam Aqua pro injeksi, hal ini disebabkan karena neomisin yang sudah terlalu lama disimpan dan rusak. Kemudian dimasukkan Na metabisulfit dan natrium edetat, lalu bilas wadahnya dengan Aqua pro  injeksi. Lalu  larutkan Benzalkonium klorida,  lalu bilas dengan Aqua pro  injeksi. Setelah  itu dituangkan  aqua pro  injeksi  secukupnya untuk membasahi kertas saring  lipat yang akan digunakan.
Lalu  larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, dan di tambahkan dengan API sampai 30 ml dan diaduk. Kemudian  larutan  disaring  dan  dilakukan  pengecekan  pH. pH yang didapat yaitu 5, kemudian ditambahkan dengan NaOH 7 tetes sehingga pH akhir menjadi 7. Setelah  sediaan  jadi, diperoleh  larutan  yang bening. Sediaan dimasukkan ke dalam wadah dan kemudian diberi etiket.

    IX.            KESIMPULAN
à    Formulasi akhir
Bahan aktif                         : Neomisin Sulfat
Zat tambahan                    : Benzalkonium Klorida
                                                 Natrium Edeta
                                                Natrium metabisulfit
                                                NaCl
                                                API bebas O2                                                                                                    
à    Sedían akhir dari Obat tetes mata yang dihasilkan sediaan antara lain:
§  Berwarna bening, jernih
§  Dilihat dengan kasat mata tidak ada partikel yang melayang
§  Zat aktif kurang larut sempurna di dalam larutan (air)
§  pH yang dihasilkan 7
·         Sterilisasi yang dilakukan secara aseptis


  DAFTAR PUSTAKA
v  Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI-Press 
v  Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
v  Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
v  Wade, Ainley and Paul J Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical excipients 28th edition. London : The Pharmaceutical Press
v  Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press
v  Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press