ada apa dengan diriku
aku tak mengharapkan perubahan ini terjadi
aku hanya ingin berubah menjadi lebih baik
tapi kenapa dari ke hari semakin buruk
aku tahu ini bukanlah hal yang benar
tapi entah mengapa aku masih belum bisa mengendalikan sikapku yang semakin buruk
sifat-sifat yang dulu sudah cukup baik entah kemana perginya, seolah-olah telah diusir oleh yang kurang baik,
kemana perginya diriku yang dulu????
Minggu, 13 November 2011
Sabtu, 12 November 2011
my mind
apa yang kita cari di dunia ini?
ilmu, uang yang banyak ato derajat yang tinggi????
yang pasti semua orang pingin ngerasain hidup enak,
kadang untuk hidup enak dan mapan harus mengalahkan saingan
tak kenal musuh atopun teman
dipikiran kita pasti hanya ada satu
"bagaimana cara mengalahkan saingan ato menang?"
padahal....
kalo kita bisa berpikir dengan positif, tak perlu kok yang namanya mengalahkan saingan
kita semua pasti bisa menang tanpa mengalahkan yang namanya saingan (cuma nama yg ada dipikiran aja),
asal bagaimana cara kita tuk mendapatkan tujuan kita,
tidak perlu tuch berfikir kalau harus ngalahin yang lain,
yang penting berfikir aja kalau yang lain bisa kenapa kita nggak..
tuk mendapatkan tujuan yang kita inginkan ada beberapa hal nich yang perlu kita lakuin:
pertama kita harus punya rasa percaya diri -->percaya aja kalau kita bisa
kedua kita coba tuk keluar dari zona aman --> coba dech buat explorasi, mencoba hal-hal baru yang berlum pernah kita coba, pasti bakal dapat hal baru yang lebih menyenangkan
ketiga kita perlu tuch punya sifat terbuka biar lebih mudah menjalin hubungan dengan orang lain, hal itu akan membuat kita membuka wawasan dan pola pikir kita saat mulai berinteraksi dengan yang lain
ilmu, uang yang banyak ato derajat yang tinggi????
yang pasti semua orang pingin ngerasain hidup enak,
kadang untuk hidup enak dan mapan harus mengalahkan saingan
tak kenal musuh atopun teman
dipikiran kita pasti hanya ada satu
"bagaimana cara mengalahkan saingan ato menang?"
padahal....
kalo kita bisa berpikir dengan positif, tak perlu kok yang namanya mengalahkan saingan
kita semua pasti bisa menang tanpa mengalahkan yang namanya saingan (cuma nama yg ada dipikiran aja),
asal bagaimana cara kita tuk mendapatkan tujuan kita,
tidak perlu tuch berfikir kalau harus ngalahin yang lain,
yang penting berfikir aja kalau yang lain bisa kenapa kita nggak..
tuk mendapatkan tujuan yang kita inginkan ada beberapa hal nich yang perlu kita lakuin:
pertama kita harus punya rasa percaya diri -->percaya aja kalau kita bisa
kedua kita coba tuk keluar dari zona aman --> coba dech buat explorasi, mencoba hal-hal baru yang berlum pernah kita coba, pasti bakal dapat hal baru yang lebih menyenangkan
ketiga kita perlu tuch punya sifat terbuka biar lebih mudah menjalin hubungan dengan orang lain, hal itu akan membuat kita membuka wawasan dan pola pikir kita saat mulai berinteraksi dengan yang lain
co-dependency
Apa itu Co-dependency????
Co-dependency adalah perilaku yang dipelajari yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi, atau bisa menjadi warisan budaya .Co-dependency merupakan kondisi emosional dan perilaku yang mempengaruhi secara negatif kemampuan individu untuk mempunyai hubungan yang sehat dan memuaskan. Seringkali disebut juga sebagai ‘adiksi terhadap relationship’ dimana orang dengan co-dependency akan membentuk hubungan yang satu pihak, destruktif bagi dirinya sendiri secara emosional. Co-dependency baru diperkenalkan sebagai konsep 10 tahun yang lalu sebagai hasil penelitian terhadap hubungan dalam keluarga pecandu alkohol.
Co-dependent adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan gangguan pada orang yang hidup dengan pecandu (affected), namun kini diperluas untuk mencakup siapapun yang tumbuh dalam keluarga yang disfungsional. Dalam keluarga yang tidak bisa atau tidak dapat membahas adanya permasalahan, co-dependency tumbuh subur. Kalau ada masalah, mereka tidak akan mengkonfrontasinya. Sebagai hasilnya, semua belajar untuk menekan perasaan emosi dan mengesampingkan kebutuhan dan hasrat pribadi.
Dalam keluarga yang menekan perasaan, anggota keluarga menjadi “survivors.” Mereka mengembangkan perilaku yang membantu mereka menyangkal, mencuwekkan, menghindari emosi yang sulit. Mereka tidak bicarakan masalah, tidak sentuh masalah, tidak konfrontasi, belajar mematikan perasaan, tidak percayaan. Emosi keluarga biasanya ditahan agar tidak meledak dan semua ditampilkan baik di luar kepada orang lain agar tidak memalukan à sangat tipikal di Indonesia ?
Perempuan yang dibesarkan untuk manis dan tidak menimbulkan masalah, tidak konfrontatif, tidak menunjukkan emosi, mengesampingkan kebutuhan pribadi dan mengutamakan kebutuhan orang lain menjadi co-dependent à demikiankah keadaannya di Indonesia?
Aturan dalam rumah tangga yang menimbulkan co-dependency
• Kalau tidak bisa mengatakan sesuatu yang bagus, jangan ngomong – karena lidah tak bertulang
• Jangan tunjukkan pada orang kalau kamu sedang ada masalah. Jangan sampai orang lain tahu kalau kamu sedang ada masalah
• Jangan menyusahkan orang lain, simpan masalah sendiri dan tak perlu minta bantuan. Atasi sendiri
• Jangan obral perasaan; jaga perasaan kamu buat diri sendiri
• Komunikasi yang terbaik adalah kalau tidak langsung; nanti salah tangkap
• Jadilah orang yang baik, benar, sempurna, kuat
• Buat kami bangga! Capai sesuatu yang lebih dari kemampuan realistis kamu! Kamu pasti bisa!
• Jangan mementingkan diri sendiri. Utamakan orang lain.
• Jangan ikuti apa yang aku lakukan, lakukan apa yang aku katakan
• Jangan main-main, tidak dewasa. Harus serius.
• Jangan goyangkan perahu, jangan timbulkan masalah.
• Jadilah wanita yang baik, cantik, manis dan mengurus suami dan anak dengan baik
Bagaimana Perilaku Codependent?
• Percaya diri rendah dan mencari hal di luar diri mereka untuk merasa lebih baik akan dirinya sendiri. Mereka sulit untuk bisa bertindak ‘lepas’. Beberapa mencoba membuat diri merasa lebih enak dengan alkohol, drugs dan obat-obatan, dan beberapa mengembangkan perilaku kompulsif seperti workaholism, berjudi, or aktivitas seksual dengan berganti-ganti pasangan.
• Niatan mereka baik. Mereka berusaha mengurus orang lain, namun perilaku mereka cenderung kompulsif (reseh) dan menghancurkan diri sendiri. Atau, menimbulkan kebencian orang lain kepada dirinya dan orang hilang respek terhadap mereka à justru sebaliknya dari apa yang mereka harapkan.
• Mereka cenderung mengambil peran sebagai ‘martir’. Istri akan menutupi kebohongan suami atau ibu akan membuat alasan dan dalih untuk melindungi anaknya, atau melakukan apapun untuk melepaskan anak dan suami dari masalah
• Melepaskan anak dan suami dari masalah, membuat mereka bangga sekaligus getir dalam pengorbanannya, berharap si pecandu akan berterima kasih pada mereka
• Masalahnya, upaya menyelamatkan dengan cara ini akan membuat si pecandu keterusan dan menjadi makin tergantung pada ‘kepengurusan’ si co-dependent dan makin tidak bertanggung jawab
• Meningkatnya ketergantungan si pecandu, si codependent makin merasa dibutuhkan dan merasa ”puas’ karena dibutuhkan. Saat mengurus ini menjadi kian kompulsif, ia jadi tidak berdaya dan tidak mampu menarik diri dari hubungan tersebut.
• Codependent melihat diri mereka sebagai korban dan mereka sebetulnya tertarik pada kelemahan orang lain. Semakin lemah, semakin mereka bisa ‘berfungsi’ membereskan orang lain dan jadi ‘pengurus’. Mereka menjadi magnet orang-orang yang cenderung memanfaatkan mereka.
Karakteristik Orang Co-Dependen, antara lain:
• Perasaan bertanggung jawab berlebihan atas tindakan orang lain.
• Kecenderungan untuk rancu antara cinta dan iba, dengan kecenderungan untuk ‘mencintai’ orang yang dapat mereka kasihani dan selamatkan
• Kecenderungan untuk melakukan lebih dari apa yang layaknya, setiap saat
• Cenderung sakit hati kalau orang tidak ‘melihat’ upaya mereka
• Ketergantungan tak sehat pada hubungan dengan orang lain. Seorang co-dependen akan melakukan apapun untuk mempertahankan hubungan, menghindari perasaan ditinggalkan.
• Kebutuhan ekstrim untuk approval dan rekognisi
• Merasa bersalah kalau tegas
• Kebutuhan teramat kuat untuk mengendalikan orang lain, hasil ataupun kejadian
• Kurang percaya pada diri sendiri dan/atau orang
• Takut ditinggalkan atau takut akan kesendirian
• Kesulitan mengidentifikasikan perasaannya
• Manipulatif dan kerap menyalahkan orang lain
• Kekakuan / kesulitan untuk berubah, keras kepala
• Masalah dengan keintiman / batasan
• Kemarahan dan penuh kebencian kronis
• Berbohong kronis / tidak jujur
• Komunikasi dan ekspresi diri buruk
• Kesulitan mengambil keputusan
• Tidak percaya pada orang
• Menghindari untuk melihat perasaan pribadi
• Perfeksionis
• Kesulitan untuk intim terbuka dengan orang
• Perilaku menjadi pengurus orang
• Terlalu waspada akan bahaya atau ancaman potensial
• Penyakit fisik akibat stress
• Orang Co-Dependent adalah orang yang ‘sakit’ karena adanya ‘orang sakit’ di lingkungan terdekatnya. Orang tertentu bisa mempunyai’ bakat lebih’ dibandingkan orang lain untuk menjadi co-dependent.
• Orang Co-Dependent paling sering membuat terapis frustrasi karena kerap tak mampu mengubah diri namun teramat ingin mengendalikan orang lain.
• Mereka kerap tak mampu melihat perilakunya yang destruktif
Cinta Co-Dependent
• Cinta yang tampil dalam bentuk selalu menyelamatkan, melindungi dan akhirnya merusak, dari orangtua, pasangan, teman dan rekan kerja yang ko-dependen kepada orang yang bermasalah (misalnya, pecandu).
• melindungi pecandu dari konsekuensi perilaku mereka, karenanya, mencegah pendewasaan mereka dan pembelajaran mereka untuk bertindak dan menjadi bertanggung jawab.
• mengizinkan orang membuat anda menjadi keset kaki, dan karenanya, merusak kesempatan orang menghormati anda.
• Memberikan batasan-batasan namun mengizinkan orang melanggar batasan tanpa konsekuensi yang bermakna, karenanya, mengajarkan mereka bahwa aturan anda tidak ada artinya.
• Membiarkan diri melepas aturan/batasan setiap ada kesulitan, terutama kalau tampaknya anda akan dinilai, dikritik, atau tidak disayang karena anda tegas pada prinsip anda.
• Cinta yang tidak ada kepedulian dan kasih sayang, karena menginginkan si pelanggar selalu tergantung. Pada pecandu dan co-dependent, disinilah letak letak permainan ketergantungan keduanya, baik si pecandu maupun si ‘korban’.
• berfokus pada orang lain, dan mengalihkan perhatian dari kelemahan pribadi à rajin gossip.
Langganan:
Postingan (Atom)